Krisis Nuklir Tuntut Keterbukaan
OSKOW– Krisis nuklir yang terjadi di reaktor Chernobyl dan Fukushima memunculkan satu pelajaran berharga bagi manusia, yaitu pemerintah harus memaparkan kebenaran atas krisis itu.
Dalam peringatan 25 tahun bencana nuklir terburuk dunia di Chernobyl kemarin, Presiden Rusia Dmitry Medvedev memperingatkan bahwa pemerintah harus terbuk amengenaiterjadinya krisis atau bencana nuklir di negaranya kepada masyarakat. Peringatan itu diungkapkan Medvedev yang bergabung dengan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych di Chernobyl untuk mengikuti upacara mengenang kecelakaan di pembangkit listrik tenaga nuklir tersebut.Chernobyl dulu merupakan wilayah Uni Soviet, tapi kini bagian Ukraina.
“Saya kira negara-negara modern saat ini harus melihat pelajaran utama tentang apa yang terjadi di Chernobyl dan tragedi terkini di Jepang, tentang perlunya mengatakan kebenaran pada rakyat,” ujar Medvedev dalam pertemuan di Kremlin,sebelum berangkat ke Chernobyl,Ukraina, seperti dikutip AFP. “Dunia sangat rentan dan kita sangat terhubung sehingga segala upaya menyembunyikan kebenaran untuk menutupi situasi yang terjadi, untuk membuatnya lebih optimistis, akan berakhir dengan tragedi dan mengorbankan nyawa rakyat.
Ini satu pelajaran keras dan penting tentang apa yang telah terjadi.” Saat bencana di Chernobyl terjadi,Pemerintah Uni Soviet kala itu tetap diam tentang krisis itu selama tiga hari. Kantor berita resmi TASS hanya melaporkan insiden di sana pada 28 April setelah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) Forsmark di Swedia melaporkan adanya radiasi tinggi yang tidak biasa. Medvedev mengecam keengganan Soviet untuk mengakui bencana Chernobyl dengan mengatakan bahwa laporan pertama di harian Pravda, corong Partai Komunis, hanyalah artikel kecil di halaman belakang koran.
“Negara tidak segera mendorong kesadaran tentang konsekuensi yang terjadi. Saya ingat,seperti banyak orang lainnya, bagaimana semua terlihat sangat aneh,” tuturnya. Peringatan 25 tahun bencana Chernobyl digelar setelah sebulan lalu,PLTN Fukushima Daiichi di Jepang mengalami kerusakan akibat guncangan gempa berkekuatan 9,0 skala Richter yang diikuti gelombang tsunami.
Bulan ini pemerintah menaikkan level bencana dari level lima ke level tujuh, sama seperti bencana Chernobyl. Operator PLTN Fukushima Daiichi,Tokyo Electrical Power Co (TEPCO), juga mendapat kecaman terkait kebijakan informasi.TEPCO dituduh tidak memberikan penjelasan lengkap tentang situasi yang terjadi, terutama di hari-hari pertama bencana nuklir bulan lalu. Peringatan bencana Chernobyl ditandai dengan doa malam yang dipimpin pendeta Orthodok Rusia Patriarch Kirill di Kiev serta lonceng yang dibunyikan pada pukul 01.23 waktu setempat.
Momen itu merupakan saat terjadinya ledakan besar di reaktor nuklir Chernobyl. Penduduk di kota baru Slavutych yang dibangun bagi pekerja yang selamat pascabencana, menyalakan lilin di depan foto-foto petugas penyelamat dan pekerja PLTN yang meninggal dalam bencana nuklir tersebut. “Chernobyl akan selalu menjadi simbol duka kemanusiaan mendalam,”kata Medvedev yang hendak mengajukan usul meningkatkan keamanan di berbagai PLTN di dunia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Grup Delapan (G8) bulan depan.
Pada dini hari tanggal 26 April 1986, para pekerja di PLTN Chernobyl melakukan sebuah tes di reaktor empat, dan kesalahan rancangan mengakibatkan ledakan besar. Debu radioaktif berhamburan di sekitar reaktor, menciptakan pemandangan penuh cahaya di daerah sekitar. Material radioaktif juga terbang hingga ke Belarusia dan Rusia,hingga Eropa barat.
Dua pekerja tewas seketika akibat ledakan di reaktor dan 28 orang penyelamat dan staftewas akibat paparan radiasi pada bulan berikutnya.Puluhan ribu orang terpaksa dievakuasi dan dampak terhadap kesehatan terus terasa hingga beberapa dasawarsa berikutnya. Sementara itu, di Tokyo Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yukio Edano menegaskan bahwa dua bencana yang terjadi di Chernobyl dan Fukushima berbeda.“Jelas bahwa dua kasus itu berbeda secara alamiah,”tuturnya.
“Malangnya, jumlah kebocoran material radioaktif sekitar sepersepuluh dari Chernobyl, tapi paling tidak kita mampu menghindari sejumlah ledakan di beberapa reaktor,” katanya. Menurut Edano, Jepang mampu menarik pelajaran dari Chernobyl dalam mengatasi krisis nuklir akibat gempa bumi dan tsunami pada 11 Maret silam.
Gempa dan tsunami itu merusak sistem pendingin di PLTN Fukushima. “Berbagai studi dan riset di Chernobyl tentang dampak kesehatan telah menjadi aset yang dibagi oleh semua pihak,”ungkapnya. Dia menambahkan,riset semacam itu secara tidak syarifudin _langsung membantu cara pemerintah melakukan evakuasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar